Kegiatan pendampingan orang tua dengan anak yang mengalami keterlambatan bahasa dan bicara ini diisi dengan psikoedukasi, konseling dan FGD ini terselenggara dan berlangsung santai tapi serius. Ada kebutuhan yang besar dari beberapa orang tua sebuah komunitas di Aceh agar kegiatan ini dapat terselenggara. Kebutuhan muncul melalui proses panjang yang dirasakan oleh orang tua selama mereka mengikuti terapi anak-anak mereka, proses itu membentuk kesadaran dan rasa ingin tahu cara penyajiannya agar dapat digunakan selama mengasuh anak-anak mereka dirumah. Menggunakan prinsip mendengar, bahasa, bicara yang dapat menghasilkan kemampuan produksi bicara anak-anak mereka kelak dalam membuat interaksi di lingkungan biasa (mainstreem), peserta yang hadir tampak begitu fokus dan antusias.
Kegiatan ini berlangsung di sebuah Co Space Working di daerah Lamreung 11 ulee kareng, Banda Aceh, Aceh, berlansung selama 5 jam dan dimulai setelah waktu zhuhur. Kegiatan ini hanya dibatasi sejumlah 10-15 orang terdiri dari orang tua, ibu dan bapak yang memiliki anak dengan tuna rungu pengguna implantasi pendengaran serta orang tua dengan anak terlambat bahasa dan bicara, peserta dari guru dan terapis juga hadir.
Psikoedukasi yang dikemas dalam bentuk pelatihan dengan metode ceramah, observasi, stimulasi dan tanya jawab tentang bagaimana mengembangkan kesadaran bunyi fonologi dapat diakses oleh pendengaran anak. Kesadaran terhadap bunyi-bunyi fonem yang didengar itu memiliki pola atau aturan tertentu. Selanjutnya Emilya Ginting, S.Psi., M.Psi., Psikolog (Praktisi AVT) fasilitator ini menjelaskan bagaimana otak dengar anak (auditory cortex) melalui teknologi alat bantu mendengarnya membantu mereka untuk menggabungkan bunyi fonem itu membentuk frasa, kata dan kalimat sampai mereka mempunyai pemahaman terhadap bunyi ucapan dan memproduksi ucapan.
Dalam kegiatan observasi dan stimulasi peserta dapat mendengar dan melihat contoh-contoh bagaimana mendengar sebagai bagian mendasar dari bicara, bagaimana ketulian telah membuat anak menjadi sulit mendengar, dan teknologi mendengar membutuhkan manajemen yang sesuai agar bunyi ucapan dapat dipersepsikan dengan tepat.
Tentunya dengan melakukan cek auditory akses setiapkan stimulasi mendengar bicara, dengar bicara dan ucap yang dihasilkan. Maka Mapping dan FFT (Field Free Test) dengan Aided (Pakai Alat) dibutuhkan untuk mengetahui seberapa sensitif otak dengar anak telah meraih bunyi-bunyi ucapan dalam area bicara (banana speech), sehingga menghasilkan bunyi ucapan dengan tepat dan jelas.
Peserta merasa tertantang dengan pertanyaan dan tuntutuan akan jawaban yang menurut mereka menjebak, membuat peserta "berpikir keras" dan merangsang ingin tahu pada materi selanjutnya. Sementara peserta lainnya merasa termotivasi untuk kembali mengajarkan anak mereka yang sebelumnya sempat terputus karena tidak tahu caranya. Mereka butuh terus dicharger agar tetap mengajarkan anak-anak mereka dirumah dan memberikan apreasiasi yang tinggi sekecil apapun hasil yang sudah ditampilkan oleh anak, hal ini terungkap dari focus group discussion (fgd) di pertengahan psikoedukasi berlangsung.
Kegiatan ini ditutup dengan memberikan tugas rumah kepada para peserta untuk mendokumentasikan sesi latihan dengar bicara dengar ucap bunyi fonologi secara berjenjang yang dilakukan dirumah bersama anak mereka.
0 Komentar